Bantenaktual.com, – Setidaknya lima tahun terakhir, kolektor tercatat menghabiskan banyak uang untuk sepatu langka, menurut Caitlin Donovan, kepala tas, streetwear, dan sneakers di rumah lelang Christie. Bersama secondhand sneaker platform, Stadium Goods, Donovan mengurasi penjualan yang berfokus pada lini Nike Jordan.
Lelang online yang berakhir pekan lalu, melansir laman CNN, Selasa, 6 Juli 2021, menampilkan hampir 30 pasang sneakers langka, dari prototipe Jordan, hingga sampel edisi terbatas. Sepasang sampel merah dan hitam Air Jordan High 1s adalah barang tunggal paling mahal yang dilelang, terjual seharga 27,5 ribu dolar Amerika Serikat (Rp398 juta).
“Dari fungsi hingga mode, lelang ini (menyoroti) beberapa sepatu ikonis yang dimulai di lapangan (basket), dan mendarat dengan kuat di kultur pop dan sejarah mode, di bawah kaki pemenang Grammy dan ikon mode terkenal, hingga atlet bertingkat di sejumlah genre olahraga yang sama,” kata Donovan.
Baca Juga: Arief : Hening Cipta Indonesia, Doakan Semua Para Pejuang Covid dan Pandemi Segera Usai
Lonjakan harga lelang ini dinilai mencerminkan pertumbuhan yang kuat dari pasar sekunder sneakers yang menurut perkiraan StockX sekarang bernilai 10 miliar dolar AS (Rp145 triliun). Angka ini diprediksi akan naik jadi hampir 30 miliar dolar AS (Rp435 triliun) pada 2030.
Pasalnya, semakin banyak kolektor yang berinvestasi di barang “deadstock” edisi terbatas. Derek Morrison, direktur senior StockX, menyambung, sepatu ini juga “harus baru dan belum pernah dipakai” karena bermaksud dijual kembali atau dipajang sebagai harta yang berharga.
Ligaya Salazar, kurator pameran baru yang disponsori StockX dari London Design Museum mengatakan, anak-anak muda, sebagian besar dari lingkungan dalam kota yang beragam, adalah pihak yang telah “membuat citra sepatu jadi seperti sekarang.” Pecinta sneakers asli ini terus berdampak besar pada industri saat ini.
Diperlakukan bak Seni
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sneakers juga sangat terkait dengan budaya olahraga, terutama setelah peluncuran sepatu Air Jordan tahun 1985 milik Michael Jordan. Donovan menyebutnya sebagai “sneakers pertama dan paling bisa dikoleksi.”
“Itu adalah sepatu ikonis dari era awal Yordania yang perlahan-lahan meresapi kultur pop, menciptakan generasi kolektor baru: sepatu kets,” katanya.
Kolektor telah melakukan diversifikasi sejak itu, dengan Donovan melihat semakin banyak yang baru bergabung bersama “kolektor sejarah dan mode olahraga yang lebih serius dan mapan.”
Kolektor sepatu, Ann Jacobe, yang memiliki sekitar 500 pasang sepatu, mengatakan, ia menyambut minat baru dari investor dan rumah lelang. Kolektor asal Filipina ini menyambung bahwa itu “meningkatkan kesadaran bahwa sepatu dapat diperlakukan seperti seni.”
Kesenangan atau Keuntungan?
Sementara beberapa kolektor memperlakukan sepatu murni sebagai investasi, ada yang tidak hanya ingin memiliki pasangan sepatu yang didambakan, namun juga mendapat cerita dan gaya hidup di baliknya, kata Morrison. “Orang cenderung mengabdikan diri pada nilai, atau narasi, atau tema yang melampaui merek individu,” katanya.
Ia menambahkan bahwa sneakers dapat “membuat kita merasa terhubung dengan merek, orang, dan momen budaya.” Kendati, seperti halnya seni dan properti, sepatu dapat mewakili investasi dan cara bagi kolektor untuk “mendiversifikasi aset mereka,” kata Donovan.
Terlepas dari apakah kolektor membeli sneakers untuk kesenangan atau keuntungan, semua mencari “sepatu yang merepresentasi zaman mereka,” kata Morrison. “Mereka lebih dari sekadar sesuatu yang berjalan di kaki Anda. Mereka adalah kanvas yang berfungsi sebagai sarana ekspresi diri, apakah Anda seorang kolektor atau memakainya langsung dari kotak.” (Liputan6/red)