Bantenaktual.com, Wacana Publik- Berbicara kebijakan moneter tentu tak terlepas dari upaya agar kondisi makroekonomi (Perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak masyarakat, perusahaan, dan pasar) berjalan sesuai keinginan dengan mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian.
Kebijakan moneter dilakukan untuk menjaga stabilitas harga dan inflasi, serta meningkatkan keseimbangan produksi. Hampir setiap sektor ekonomi kapitalis terkait dengan sistem suku bunga, sehingga sektor uang berkembang lebih cepat dari pada sektor sebenarnya. Ini karena sektor keuangan mendapat untung lebih cepat daripada sektor sebenarnya.
Dalam aturan bank sentral atau otoritas moneter yang lebih dikenal dengan Bank Indonesia biasanya melibatkan beberapa pihak menerapkan kebijakan moneter sebagai bentuk control atas jumlah dan suku bunga untuk mencapai tujuan ekonomi yang diinginkan.
Kebijakan tersebut juga merupakan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian dengan mengatur jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar terdiri dari uang primer (M0), uang beredar dalam arti sempit (M1), dan uang beredar dalam arti luas (M2). Untuk tujuan kebijakan moneter yang diatur Bank Indonesia (BI) yakni untuk mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah.
Ketentuan tersebut telah diubah dalam Pasal 7 dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan Pasal 6 Undang-Undang Tahun 2009 (Penetapan Peraturan Pemerintah), seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 (Lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya) tentang Bank Indonesia.
Ada dua sisi stabilitas rupiah yang dimaksud. Aspek pertama dari stabilitas nilai rupiah adalah stabilitas harga barang dan jasa, yang tercermin dalam evolusi inflasi. Aspek kedua, di sisi lain, terkait dengan perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang lainnya.
Sementara ada banyak prinsip-prinsip kebijakan moneter yang mungkin sudah banyak orang tahu. Namun, dalam tulisan ini penulis membatasinya dalam prinsip-prinsip dasar kebijakan moneter Islam. Mulai dari kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah lah pemilik yang absolut, manusia merupakan pemimpin (kholifah) di bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya.
Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia karena seizin Allah, dan oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung, kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun serta harus diputar.
Kebijakan moneter Islam seharusnya tidak memiliki riba atau bunga bank. Dalam Islam riba yang termasuk di dalamnya uang bank diharamkan secara tegas. Dengan larangan ini, bunga bank, yang merupakan sarana utama pengelolaan uang dalam ekonomi kapitalis, tidak berlaku lagi. Pengelolaan uang dalam Islam didasarkan pada prinsip bagi hasil.
Dalam ekonomi tradisional, fungsi uang setara dengan komoditas, menciptakan pasar terpisah dengan uang sebagai komoditas dan bunga sebagai harga. Pasar ini merupakan pasar uang yang tumbuh secara paralel dengan pasar aktual (barang dan jasa) berupa pasar uang, pasar modal, pasar pendapatan tetap dan pasar berjangka.
Hal ini menciptakan dikotomi antara sektor fisik dan keuangan dalam ekonomi tradisional. Dalam mata uang tradisional, sarana yang digunakan adalah suku bunga, tetapi dalam mata uang Islam, sarana didasarkan pada distribusi kerugian dan keuntungan.
Kebijakan moneter tradisional berfokus pada pengaturan jumlah uang beredar, dan kebijakan moneter Islam berfokus pada pemeliharaan sirkulasi sumber daya ekonomi18. Hal ini sesuai dengan konsep ekonomi Islam (concept of flow) bahwa uang harus mengalir, yang digunakan untuk mendukung sirkulasi sumber daya ekonomi. (red)
Ditulis oleh: Dina Agustina (Mahasiswi IAIN Salatiga)