Bukan Allah Yang Butuh Kita, Tapi Kita Yang Butuh Allah

Restu Bambang G (Nasihat Dhuha)

BantenAktual.com,— Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat : 56). Apa yang ada di pikiran anda jika mendengar ayat di atas? Yang pastinya salah satunya adalah tujuan manusia hidup yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT (Sang Khaliq). Akan tetapi bagaimana jika ada pertanyaan selanjutnya, Berarti Allah membutuhkan ibadahnya seorang hamba?

Jika Allah masih membutuhkan ibadah hamba-Nya. Berarti Allah menafikan sifat-Nya yang ada di asmaul husna yaitu Al-Ghani (Maha Berkecukupan). Yang artinya Allah tidak membutuhkan yang lain. Lantas untuk apa Allah menyuruh hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya?

Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman,

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا

“Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 2577)

Dari hadist qudsi di atas, secara tersirat dijelaskan bahwa Allah tidak membutuhkan ketaqwaan dari seorang hamba-Nya. Bahkan ketaqwaan dan maksiat dari seorang hamba tidak akan menambah atau mengurangi kekuasaan-Nya. Akan tetapi, sebenarnya ibadah atau amal baik apapun yang diperintahkan oleh Allah untuk hamba-Nya adalah untuk hamba itu sendiri dan manfaatnya kembali ke hamba itu sendiri.

Salah satunya adalah perintah bersyukur di dalam surat Luqman ayat 12 yang berbunyi :

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

Selain itu, Allah juga menyatakan bahwa amalan-amalan baik yang diperintahkan kepada hamba-Nya akan kembali ke hamba itu sendiri. Allah SWT berfirman di dalam surat Al-Isra’ ayat 7 yang berbunyi :

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri

Jika kita sebagai seorang hamba masih berpikiran bahwa Allah membutuhkan ibadah kita, maka biasanya kita “hanya sekedar” menunaikannya untuk menggugurkan kewajiban kita sebagai seorang hamba. Akan tetapi, jika kita beranggapan bahwa kita lah yang membutuhkan Allah, maka kita akan menjadikan ibadah kita tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban, akan tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai kebutuhan. Sehingga kita lebih “serius” dalam beribadah kepada-Nya.

Ibadah kepada Allah adalah esensi dari tauhid uluhiyyah. Ibadah itu ibarat makanan. Jika kita butuh makan untuk kebutuhan jasmani kita. Maka kita butuh ibadah untuk kebutuhan rohani kita. Wallahu a’lam bish-showaab. (Rest)