Bantenaktual.com, Tangerang – Sampah organik hingga saat ini masih mendominasi timbulan sampah di Kota Tangerang. Pertumbuhan penduduk, ekspansi kawasan urban, serta meningkatnya aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat perkotaan berimplikasi langsung pada lonjakan volume sampah harian. Di sisi lain, kapasitas pengolahan dan pengurangan sampah di sumber masih terbatas, sehingga sebagian besar limbah, terutama limbah organik yang berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Kondisi ini tidak hanya mempercepat tekanan terhadap daya dukung lingkungan, tetapi juga berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca akibat dekomposisi anaerob sampah organik yang menghasilkan gas metana.
Dalam konteks tersebut, pendekatan ekonomi sirkular menjadi semakin relevan sebagai alternatif paradigma pengelolaan sampah perkotaan. Ekonomi sirkular menekankan pergeseran dari sistem linear “ambil–pakai–buang” menuju sistem yang mempertahankan nilai material dan energi selama mungkin melalui prinsip reduce, reuse, recycle, dan recover. Bagi Kota Tangerang, penerapan ekonomi sirkular pada sampah organik tidak hanya bertujuan mengurangi beban TPA, tetapi juga membuka peluang penciptaan nilai ekonomi baru yang selaras dengan agenda pembangunan rendah karbon.
Salah satu sumber daya yang menjanjikan dalam kerangka tersebut adalah ampas kopi (spent coffee grounds/SCG) yang dihasilkan oleh kedai kopi, restoran, dan sektor kuliner. Seiring berkembangnya gaya hidup urban, konsumsi kopi meningkat dan menghasilkan limbah ampas kopi dalam jumlah signifikan setiap hari. Ampas kopi memiliki kandungan karbon organik yang tinggi dan relatif homogen, menjadikannya feedstock yang ideal untuk diolah menjadi biochar melalui proses pirolisis. Sayangnya, dalam sistem pengelolaan sampah saat ini, ampas kopi umumnya tidak dipilah dan langsung dibuang ke TPA, sehingga potensinya sebagai sumber daya belum dimanfaatkan secara optimal.
Melalui teknologi pirolisis, ampas kopi dapat dikonversi menjadi biochar, yaitu material karbon padat yang stabil dan sulit terdegradasi. Ketika biochar diaplikasikan ke tanah, baik pada ruang terbuka hijau, lahan pertanian peri-urban, maupun media tanam dimana karbon di dalamnya dapat tersimpan dalam jangka waktu sangat panjang. Dengan demikian, biochar berfungsi ganda: mencegah terbentuknya emisi metana dari dekomposisi limbah di TPA dan sekaligus menyimpan karbon secara permanen. Selain itu, biochar juga memberikan manfaat tambahan berupa peningkatan kualitas tanah, efisiensi pemanfaatan air dan hara, serta pengurangan ketergantungan pada pupuk kimia.
Lebih jauh, pemanfaatan biochar membuka peluang integrasi dengan mekanisme kredit karbon. Berbagai pengalaman internasional menunjukkan bahwa proyek biochar dapat menghasilkan unit carbon removal yang diakui secara global, selama memenuhi persyaratan kualitas produk, penggunaan berbasis tanah, serta sistem Monitoring, Reporting, and Verification (MRV) yang transparan dan konsisten. Skema ini memungkinkan pengelolaan limbah tidak hanya dipandang sebagai biaya lingkungan, tetapi sebagai aktivitas mitigasi yang memiliki nilai ekonomi melalui unit karbon yang dihasilkan.
Dalam konteks Indonesia, meskipun Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) belum memiliki metodologi biochar yang spesifik, kerangka nasional secara kelembagaan tetap membuka ruang adopsi metodologi internasional sebagai referensi ilmiah. Hal ini memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk merancang inisiatif mitigasi berbasis biochar yang selaras dengan kebijakan nasional nilai ekonomi karbon, sekaligus memperkuat kontribusi daerah terhadap target penurunan emisi nasional.
Kota Tangerang memiliki modal awal yang kuat untuk menjadi pionir pengembangan biochar berbasis limbah kopi. Ketersediaan feedstock urban yang kontinu, ekosistem UMKM kuliner dan kedai kopi yang dinamis, serta arah kebijakan daerah menuju pembangunan rendah karbon merupakan prasyarat penting bagi keberhasilan inisiatif ini. Dengan pendekatan berbasis sains, dukungan kebijakan yang adaptif, dan tata kelola yang inklusif, biochar ampas kopi berpotensi menjadi instrumen mitigasi emisi perkotaan yang nyata, terukur, dan berkelanjutan.
Transformasi ampas kopi dari limbah harian menjadi aset karbon tidak hanya mendukung pengelolaan sampah yang lebih baik, tetapi juga menegaskan peran kota dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Melalui ekonomi sirkular yang terintegrasi, Kota Tangerang dapat menunjukkan bahwa solusi iklim dapat tumbuh dari praktik sehari-hari masyarakat urban bahkan dari secangkir kopi yang dikonsumsi setiap pagi. (Dens/Red)
Menuju Kota Sirkular: Biochar Ampas Kopi sebagai Strategi Mitigasi Emisi di Tangerang
Rekomendasi untuk kamu

Bantenaktual.com, Tangerang – Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang terus mendorong optimalisasi penerimaan zakat, khususnya di kalangan aparatur sipil negara (ASN). Saat ini, realisasi zakat yang dihimpun baru mencapai sekitar Rp6 miliar dari potensi ASN yang diperkirakan sebesar Rp.19,68 miliar.

Bantenaktual.com, Tangerang – Pewarta Foto Indonesia (PFI) Tangerang resmi membuka pameran foto bertajuk “Jejak Urban” yang berlangsung di Taman Elektrik, Pusat Pemerintahan Kota Tangerang, mulai 12 hingga 17 Desember 2025. Pameran ini menghadirkan 50 karya terpilih dari total 150 foto yang masuk dalam proses kurasi.

Bantenaktual.com, Tangerang – Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Tangerang berpartisipasi aktif dan berkontribusi menyukseskan program nasional pemenuhan plasma untuk fraksionasi, yang bertujuan menunjang kebutuhan obat medis nasional dan menekan angka impor.





