Bantenaktual.com, Tangerang – Solusi Movement kembali menggelar diskusi bulanan melalui program Fraksi Teras yang kali ini mengusung isu dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Kota Tangerang.
Pada diskusi kali ini Fraksi Teras yang mulai konsen menghadirkan diskusi politik berhasil menghadirkan dua partai, Gelombang Rakyat (Gelora) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Tangerang. Hadir juga pengamat kebijakan publik dari IDP-LP Riko Noviantoro dan sebagai moderator Firdaus.
Ketua DP Gelora Kota Tangerang Abu Bakar Yasin dalam diskusi mengatakan, pemerintah daerah Kota Tangerang memang tidak akan bisa menghindari adanya kebijakan kenaikan BBM. Namun demikian, Pemkot Tangerang sedianya harus bisa melakukan antisipasi buruknya kenaikan harga BBM, seperti adanya pelayanan transportasi gratis serta pelayanan kesehatan yang bisa digratiskan.
Gelora juga mengkritisi adanya kebijakan program bantuan langsung tunai (BLT) yang digulirkan pemerintah pusat karena dinilai tidak menjadi solusi atas dampak kenaikan BBM.
“Saya tidak setuju dengan BLT, tidak menuntaskan persoalan untuk jangka panjang. Seharusnya konsep bernegara pemerintah harus mampu hadir untuk mensejahterakan warganya,”urainya.
Kendati demikian, Abu Bakar mengakui bahwa saat ini partainya memiliki keterbatasan dalam berpolitik namun pihaknya mengaku akan terus berupaya berjuang bersama masyarakat.
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPD PKS Kota Tangerang Mustofa Ali menyampaikan, partainya didalam pemerintah telah melakukan penolakan atas kenaikan BBM sejak era presiden sebelum Jokowi. Hal itu sudah dilakukan PKS sejak era presiden Bambang Susilo Yudoyono di 2005, meski saat itu resikonya ada pengurangan menteri yang dijabat oleh kader PKS.
PKS menilai bahwa kondisi saat ini diperparah dengan tata kelola minyak yang buruk dan belum mampu dituntaskan oleh pemerintah.
“Tata kelola minyak banyak yang gak beres,”tegasnya.
BBM Naik Warga Tidak Bergejolak, Ini Sebabnya.
Ali lebih jauh mengungkapkan, kondisi saat ini berbeda dengan di tahun 1998 dimana saat itu usai kenaikan harga BBM, gejolak di masyarakat langsung terjadi, berbanding terbalik dengan situasi saat ini.
Ia menguraikan, kondisi saat ini masyarakat cenderung acuh atas kenaikan BBM karena dinilai banyak variasi penghasilan yang bisa didapat oleh masyarakat.
“Sekarang gak bergejolak karena variasi penghasilan banyak sehingga orang banyak yang tidak peduli karena mereka gak hrus tergantung kerja dengan orang tapi bisa bekerja mandiri, bikin konten dirumah menghasilkan. Sehingga ini tidak mudah di provokasi seperti jaman dulu.”
Pada kesempatan yang sama, pengamat Kebijakan Publik IDP-LP Riko Noviantoro menilai, dampak kenaikan BBM yang saat ini terjadi harus menjadi perhatian setiap pemerintah daerah, karena penanganan di daerah dapat berbeda-beda.
Pemerintah daerah misalnya harus dapat mengendalikan harga pangan serta mengetahui secara pasti data bahan pokok yang tersedia agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kemudian, Pemda juga harus mampu mengontrol subsidi BBM yang ada, serta para pejabat daerah mau menunjukan sikap sederhana dan tidak konsumtif.
Untuk di Kota Tangerang, Riko memberikan masukan agar momen kenaikan harga BBM ini dapat digunakan untuk mengajak masyarakat agar beralih dari moda transportasi pribadi ke umum. Hal itu bisa ditunjukan lebihdulu oleh jajaran pejabat dan Aparatur Sipil Negeri (ASN) di Kota Tangerang dengan memberikan contoh menggunakan angkutan umum,sehingga hal tersebut dapat berkontribusi terhadap penghematan konsusmi BBM.
“Wali kota mau gak misalnya seminggu dua kali menggunakan angkutan umum. Jika pelan-pelan saya yakin kita pasti bisa mengatasi persoalan saat ini,”katanya. (Red).