Bantenaktual.com, Jakarta – Sudah ada beberapa bukti yang menunjukkan perokok memiliki kemungkinan lebih tinggi terkena COVID-19.
Perokok memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi virus corona penyebab Covid-19. Bahkan, perokok yang merupakan pasien positif Covid-19 memiliki tingkat kematian lebih tinggi.
Seperti yang dikutip dari kompas.com, Ketua Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) dr Sumarjati Arjoso menyampaikan, berdasarkan penelitian dari Departement of Respiratory and Critical Care Medical Peking University First Hospital di China.
Penelitian tersebut menemukan bahwa perokok memiliki risiko 14 kali lebih tinggi terinfeksi Covid-19. Perokok juga memiliki risiko gejala 2,4 kali lebih parah jika terinfeksi virus corona. “Hal ini menunjukkan konsumsi rokok diasosiasikan dengan prognosis Covid-19 yang tentunya buruk,” ujar Sumarjati dalam diskusi “Larger Pictorial Health Warning on Tobacco Packs: Building Public Awareness on COVID-19 and Tobacco Use”, Kamis (14/5/2020).
Sumarjati menjelaskan, merokok mengaktifkan reseptor Angiotensin Converting Enzyme-2 (ACE-2) melalui nikotin yang terdapat di dalam tembakau. Seperti diketahui, virus corona memerlukan reseptor ACE-2 untuk masuk ke dalam sel tubuh manusia dan melekat di saluran pernafasan.
ACE-2 kemudian memfasilitasi virus untuk masuk dan berkembang, semakin banyak reseptor maka semakin mudah virus corona menginfeksi seseorang. Studi di China juga menunjukkan ACE-2 lebih banyak muncul di paru-paru perokok.
Di samping itu, merokok juga menjadi penyebab utama dari sebagian besar penyakit tidak menular, seperti gangguan jantung, gangguan paru-paru, diabetes, hingga hipertensi. Menyumbang 70 persen pada angka kematian secara global. Laporan dari seluruh dunia menunjukkan bawah orang dengan penyakit akibat mengonsumsi rokok, memiliki risiko menderita Covid-19 dengan dampak yang lebih buruk, termasuk kematian. “Perokok yang terpapar Covid-19 akan memiliki risiko penyakit lebih berat, sehingga perlu perawatan di ICU, menggunakan ventilator, sampai risiko kematian,” katanya.
Di sisi lain, perokok juga rentan terinfeksi karena aktivitas merokok membuat jari dan rokok yang terkontaminasi meningkatkan kemungkinan penularan virus dari tangan ke mulut. Begitupula pada perokok elektronik seperti vape, dapat memfasilitasi transmisi Covid-19 saat vaporizer dipakai secara bergantian. Oleh sebab itu, Sumarjati menekankan untuk mengubah pola hidup sehat dari kebiasaan merokok guna menekan potensi terinfeksi Covid-19. Menurutnya, saat ini menjadi momentum bagi 63 persen masyarakat Indonesia yang merupakan perokok untuk menghentikan kebiasaan merokok. “Penghentian merokok merupakan tindakan preventif yang relavan untuk melawan Covid-19,” katanya.
Dikutip dari Jawapos.com, Terdapat empat mekanisme mengapa asap rokok berhubunganan erat dengan Covid-19. Pertama, asap rokok yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan kelumpuhan pada bulu getar (cilia) yang terdapat pada saluran pernafasan.
Akibatnya, setiap ada benda asing termasuk virus yang masuk melalui saluran pernafasan tidak berhasil dikeluarkan dari tubuh. Ini menyebabkan, virus akan turun terus masuk ke paru-paru. Orang jadi mudah terinfeksi virus.
Kedua, asap rokok akan menurunkan kekebalan tubuh orang yang menghisapnya. Jadi, tubuh tidak cukup kebal untuk melawan virus Covid-19. Nikotin yang ada pada rokok akan menekan kekebalan tubuh. Selain itu, Covid-19 akan membawa risiko kematian lebih tinggi kepada orang dengan komorbid.
Lantas, apa hubungan komorbid dengan merokok? Asap rokok akan menyebabkan perubahan sel-sel dalam tubuh menjadi bersifat ganas sehingga memicu timbul kanker.
Asap rokok juga menyebabkan penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah. Ini bisa menghilangkan kelenturan dinding pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi tinggi.
Selain itu penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah juga menyebabkan pembuntuan. Akibatnya, suplai makanan dan oksigen ke jaringan atau organ tubuh menjadi terganggu.
Gangguan aliran darah ini akan menyebabkan serangan jantung atau penyakit jantung koroner, dan stroke. Asap rokok juga menyebabkan kerja insulin menjadi terganggu sehingga bisa muncul penyakit kencing manis atau diabetes mellitus.
Banyak penyakit tersebut merupakan komorbid pada Covid-19. Penyakit itu akan memperburuk perjalanan penyakit Covid-19 sehingga membutuhkan ventilator maupun ruang perawatan intensif (ICU). Bahkan, akibat terparah bisa menyebabkan kematian. Inilah mekanisme yang ketiga, asap rokok berkaitan dengan kondisi komorbid.
Mekanisme terakhir, kebiasan merokok juga meningkatkan risiko tangan bersentuhan dengan mulut dan hidung. Sebab, tidak mungkin merokok sembari memakai masker. Pasti masker dibuka.
Risiko virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam tubuh meningkat secara langsung bila ada orang dengan Covid-19 berada di dekatnya. Tentu saja sambil berbicara, batuk, ataupun bersin. Atau virus masuk ke dalam tubuh secara tidak langsung melalui tangan yang bersentuhan dengan mulut dan hidung.
Jadi, saat ini, merupakan waktu yang tepat bagi perokok untuk memutuskan berhenti merokok. Selain isu mengenai imunitas yang sangat berperan pada penyakit virus ini, ada isu tentang komorbid yang menjadi pemberat perjalanan virus korona.
Hingga kini, meskipun telah ada senjata baru yang melengkapi protokol kesehatan melawan Covid-19 yaitu vaksinasi, tapi kita masih belum tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah.
Maka saatnya kita sebagai individu turut memberikan kontribusi untuk mengakhiri pandemi ini, seperti yang diamanahkan dalam Undang-undang kesehatan. Dengan berhenti merokok, selain menyelamatakan diri sendiri, perokok juga bisa menyelamatkan orang lain yang menjadi tanggungjawabnya.
Lebih jauh lagi, dengan berhenti merokok, maka biaya perawatan dan pengobatan untuk Covid-19 bisa dihemat. Sebab Covid-19 bersama penyakit komorbid yang disebut dengan catastrophic diseases bisa menggerus dana BPJS maupun anggaran perawatan Covid-19.
Sasaran yang lebih mulia adalah, dengan berhenti merokok kita bakal menjadi role model yang baik bagi anak-anak generasi penerus bangsa. Sehingga angka perokok pada anak-anak juga akan menurun.
Sebab, anak-anak tidak melihat lagi orang dewasa di sekitarnya merokok. Salah satu pemicu anak-anak merokok adalah melihat orang dewasa di sekitarnya merokok.
Rasanya kita sepakat anak-anak adalah awal dari suatu peradaban. Kita tidak mau peradaban di Indonesia hilang. Saatnya memutuskan, sekaranglah waktu yang tepat untuk berhenti merokok. (Cep/red)
*) Dr. dr. Santi Martini, M. Kes, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga