Bantenaktual.com, Tangerang – Pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) jenjang SMA/SMK Negeri di Banten menuai sorotan publik. Pasalnya, banyak warga menilai terjadi sejumlah masalah, terutama pada sistem zonasi di SMA Negeri.
Dr. Yeremia Mendrofa Ketua Komisi V DPRD Provinsi Banten mengungkapkan bahwasannya dari 220 ribu lulusan sekolah menengah pertama (SMP) di Banten hanya terserap 80 ribu siswa di bangku SMA/SMK Negeri.
Ia melanjutkan para siswa yang mendaftar ke jenjang SMA/SMK Negeri tercatat ada sekitar 150 ribu.
“Hal itu berarti yang diterima atau yang tertampung hanya 30 persen. Padahal pendidikan penting untuk meningkatkan daya saing bagi masyarakat di Banten,”terangnya pada kegiatan diskusi bersama Solusi Movement dengan program Fraksi Teras di Aula Museum Juang, Kota Tangerang, Rabu 19 Juli 2023, kemarin.
Terkait kegaduhan yang terjadi pada pelaksanaan PPDB di Banten, Yeremia mengatakan, untuk zonasi diakui masih ada kendal teknis dimana metode geospasial yang mengandalkan Google Map juga terkendala akurasi.
Kemudian, persoalan lainnya yang mengemuka perihal penitipan anak kepada kartu keluar (KK) yang dekat dengan sekolah di mata hukum disebut sah-sah saja.
“Karena negara tidak membatasi dan sah-sah saja jika ada warga negara Indonesia berpindah tempat, itu sah di mata hukum,”terangnya.
Menanggapi persoalan adanya dugaan kecurangan perpindahan karu keluarga (KK), ia juga menilai hal itu sah-sah saja di mata hukum. Hanya saja, memang menjadi celah dan cenderung dimanfaatkan oleh oknum orang tua calon siswa untuk dapat memasukan anaknya ke sekolah negeri.
“Ya saya kira hal tersebut memang tidak fair,”imbuhnya.
Maka itu, pihaknya mendorong agar ada peran serta dari semua pihak untuk berintegritas agar pelaksanaan PPDB kedepannya dapat berjalan lancar dan tertib.
Pemerintah provinsi melalui Dinas Pendidikan diharapkan mampu menghadirkan terobosan solusi sehingga kegaduhan tidak terjadi berulang setiap tahunnya.
“Namun berdasarkan evaluasi kami, kurun tiga tahun terakhir pelaksanaan PPDB di tahun ini sudah lebih baik di bandingkan sebelumnya,”ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Akademisi dari Universitas Yuppentek, Bambang Kurniawan menyampaikan bahwasannya kegaduhan pelaksanaan PPDB ini menjadi urusan pemerintah pusat dan daerah maka dari itu perlu ada langkah konkret dalam menyelesaikannya.
Kata Bambang, jangan sampai persoalan tersebut kerap berulang setiap tahunnya seolah menjadi hal yang biasa. Persoalan yang banyak dikeluhkan calon orang tua siswa dan mencuat ke publik ialah sistem zonasi.
Keberadaan tim Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk untuk mengawasi jalannya PPDB juga dinilai belum optimal dalam menjalankan tugasnya dan melaksanakan evaluasi.
“Saya pikir ini harus di evaluasi kebijakan ini (sistem zonasi), ini tidak ada evaluasi yang mendasar di permendikbud itu yang ada hanya perbaikan sistem, jadi intinya ini selalu menjadi kegaduhan di setiap tahun,”ujarnya.
Bambang pun menilai, solusi penambahan sekolah juga tidak serta merta bisa menyelesaikan kegaduhan yang kerap terjadi. Ia kemudian memberi contoh, Pemkot Tangerang telah melakukan memberikan biaya sekolah swasta gratis yang dinilai bisa menjadi salah satu solusi.
“Overall ini menjadi solusi (swasta gratis) bagi saya, tapi disisi lain juga harus diperhatikan sistem pembayarannya bagi sekolah swasta yang tergabung di program itu,”katanya.
Sementara itu, Peneliti kebijakan publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) Riko Noviantoro menambahkan, konstitusi telah memberikan amanat bahwa negara harus mencerdaskan kehidupan berbangsa maka dari itu pemerintah memiliki kendali penuh atas itu.
“Maka itu, pendidikan itu hak warga negara. Persoalan itu gak boleh terjadi, apapun alasannya,”tegasnya.
Ia pun menilai jia terjadi kebohongan pada dunia pendidikan maka itu merupakan kejahatan besar dan harus segera dilakukan perbaikan sistem.
Kondisi kekurangan bangunan sekolah saat ini pun ia katakan memang terjadi. Populasi yang semakin meningkat tidak seimbang dengan jumlah ketersedian bangunan sekolah negeri.
“Maka dari itu diperlukan kebijakan penopang lainnya, kalau dulu misalnya ada program keluarga berenca (KB) atau juga program pemerataan penduduk,”ungkapnya.
Riko berpendapat kegaduhan dalam proses PPDB ini harus betul-betul menjadi perhatian pemerintah, dari sistem zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, jalur prestasi yang dihadirkan pemerintah tetap kerap muncul persoalan.
“Kekisruhan dari PPDB ini sedikit gambarannya, pemerintah harus serius menangani karena ini hak warga negara sesuai konstitusi,”tegasnya. (Dens/Red)