Bantenaktual.com, Cilegon – Sebuah sesi reses yang digelar Anggota DPRD Banten, Dede Rohana Putra, berubah menjadi forum diskusi tajam saat warga Cilegon menumpahkan kekesalan mereka terhadap truk Over Dimension dan Over Load (ODOL) yang seolah tak tersentuh hukum.
Menanggapi aduan tersebut, Dede Rohana tidak hanya menampung aspirasi, tetapi juga memaparkan tentang kompleksitas masalah yang menjerat Banten, membeberkan dilema besar antara roda ekonomi yang harus terus berputar dan aturan yang sulit ditegakkan.
Salah satu warga, Muhammad Arif menyuarakan apa yang menjadi keresahan publik. Ia memandang mandulnya Peraturan Gubernur tentang jam operasional truk, yang dalam praktiknya mudah dilanggar dan seakan tidak bergigi di hadapan truk ODOL, terutama dari sektor tambang.
“Sudah keluar Peraturan Gubernur soal jam peraturan truk, tetapi kenyataanya di lapangan truk masih banyak berkeliaran di Kramatwatu, di Jalan Lingkar Selatan dan di Bojonegara. Jadi mumpung ketemu dewan provinsi mohon ditinjau ulang, karena kondisi di lapangan tidak baik-baik saja,” tutur Arif mengungkapkan aspirasinya.
Menjawab langsung aduan tersebut, Dede Rohana memilih untuk mengajak ratusan konstituennya untuk memperdalam akar persoalan yang menurutnya jauh lebih dalam dari sekadar pelanggaran lalu lintas.
Ia menyoroti adanya benturan kepentingan antara keselamatan warga dengan kebutuhan ekonomi yang berskala nasional.
“Kalau jalan nasional itu kepentingannya nasional. Kalau jalan nasional tidak bisa melarang, tetapi yang bisa mengatur (truk ODOL). Jalan itu, jalan nasional diatur. Melarang tambang juga gak bisa, yang bisa melarang tambang yang tak berizin, kalau tidak ada tambang tidak ada bangunan, karena ada tambang ada bangunan,” tuturnya.
Dengan pernyataan ini, Dede Rohana secara implisit menjelaskan bahwa aktivitas truk-truk tersebut adalah bagian dari rantai pasok industri dan pembangunan yang tidak bisa dihentikan begitu saja.
Lebih lanjut, ia juga secara jujur mengakui kelemahan terbesar dari setiap regulasi yang ada: pengawasan di lapangan. Ia memuji keberanian Gubernur Banten yang telah menerbitkan Surat Keputusan (SK), namun juga realistis dengan tantangan implementasinya.
“Sekarang sudak keluar SK (Surat Keputusan), tapi masih ada truk lalu lalang. Kita gambarannya saat ini sudah ada polisi, tapi masih ada maling. Aturan dibuat, tidak dijagain juga percuma, tetapi dijagain Dishub Polisi kekurangan orang,” papar Wakil Keua DPW PAN Banten itu.
“Tapi ini langkah baik pemerintah mengurangi risiko kecelakaan, tugas kita meminimalisir risiko kecelakaan. Dengan aturan belum tentu semua masalah selesai, tidak. Kita dorong pemerintah menyiapkan penjagaan,” imbuhnya.
Sebagai penutup analisisnya, Dede Rohana juga meluruskan miskonsepsi umum dengan menyatakan bahwa tidak semua truk besar adalah pelanggar.
“Ada truk besar tidak ODOL, ada truk kecil ODOL. Kita harus pahami dulu konteksnya, jadi tidak semua truk ODOL,” paparnya, menekankan pentingnya penindakan yang cerdas dan tepat sasaran. (Red)








